2captcha

Antara Emosi dan Konsumsi

Posted by http://advertisingfashionfurniture.blogspot.com Sunday 13 April 2014 0 comments
ADVERTISING | FASHION | FURNITURE | Antara Emosi dan Konsumsi
ilustrasi emosi dan konsumen
Emotional Quadrants
Emosi ternyata mempengaruhi kebiasaan konsumsi. Seseorang yang sedang kecewa bisa saja melampiaskan kekecewaannya itu dengan makan enak di restoran, mabuk-mabukan, atau bagi umumnya perempuan, berbelanja secara kompulsif. Penelitian yang membuktikan hubungan antara emosi dan konsumsi ini sudah berlangsung sekitar dua dekade terakhir.
Setiap orang memang memiliki rentang emosional yang bisa menjadi sangat bahagia atau senang, hingga menjadi sangat sedih atau kecewa. Meski umumnya tak banyak yang berada di kedua ekstrim itu, Larsen dan Diener (1987) menemukan bahwa umumnya 30 persen hingga 50 persen konsumen berada di atas atau di bawah angka tengah dari kedua ekstrim itu.
Hal yang penting semacam kehilangan pekerjaan atau perceraian, atau hal positif yang juga penting seperti kenaikan pangkat atau perkawinan, dapat menimbulkan peralihan dari nilai tengah dari kedua ekstrim tersebut dalam waktu yang cukup panjang. Sementara hal-hal kecil yang menyenangkan atau menyebalkan seperti iklan yang menarik atau wiraniaga yang mengesalkan, hanya mempengaruhi emosi dalam waktu beberapa menit. 
Emosi yang tercipta mempengaruhi sejumlah respon koqnitif seseorang, seperti dalam pembentukan sikap dan recall. Juga mempengaruhi perilaku konsumsi seperti impulse buying, kreatifitas dalam mengkonsumsi dan tindakan inovatif. Hal ini dipengaruhi oleh norma-norma budaya seseorang. Meskipun secara emosional tertekan, misalnya, tidak banyak perempuan Indonesia yang mabuk-mabukan, karena norma-norma budaya tidak mendukung hal itu.
Menyadari kenyataan semacam ini menjadi penting untuk mengetahui bagaimana emosi mempengaruhi efektifitas iklan. Edell dan Burke (1987) memperlihatkan bahwa perasaan (feeling) yang dibangkitkan oleh suatu iklan merupakan suatu konsep yang berbeda dengan pemikiran (thoughts) mengenai iklan, keduanya sama pentingnya dan berkontribusi secara unik dalam menjelaskan dampak dari iklan.
Ini berarti perasaan (mood) seseorang dan pemikiran (kognisi) bisa saling mempengaruhi saat seseorang menikmati dan merespon pesan-pesan iklan. Disini ternyata orang yang tidak memiliki pendekatan yang sama dalam melakukan respon emosional terhadap suatu iklan. Iklan yang bagi seseorang yang terasa menarik, bagi orang yang lain bisa saja membosankan.
Perasaan ternyata dapat terbentuk karena pengaruh berita atau program di mana iklan itu dipasang.

Kuadran Emosi
Untuk mengetahui kondisi yang mungkin dari emosi konsumen, Hirschman dan Stern (1999) mencoba memetakan kondisi emosi seseorang dalam empat kuadran :
(1). Konsumsi Tenang (Calm Consumption). Kuadran A mewakili kandungan emosi dengan afeksi positif dan arousal rendah: Kepuasan, ketenangan, dan ketentraman. Umumnya konsumen hidup direntang emosi ini dari waktu ke waktu. Dalam konteks ini konsumen akan bersifat loyal terhadap merek berdasarkan kepuasan terhadap produk atau jasa yang mereka konsumsi. Karena level arousal rendah, mereka tidak memiliki energi untuk bertualang dan mencari variasi dalam kegiatan konsumsi. Kecendrungannya mereka juga tidak terlalu suka meloakukan komplain ataupun menyatakan rasa tidak puas secara terbuka.
(2). Konsumsi Aktif. Di kuadran B ada sejumlah perasaan semacam, exuberance, delight, ecstasy dan elation, yang terpengaruh level arousal yang tinggi dalam rentang emosi positif. Karena kondisi mental berpengaruh terhadap penciptaan kegembiraan dan berhubungan dengan stimulus dari aktivitas fisik dan kognitif, maka banyak konsumen yang mengalami emosi positif yang kuat akan merasa secara mental dan fisik sangat enerjik. Konsumen yang berada dalam kuadran ini akan bersifat otimistis terhadap perilaku konsumsi dan antusias dalam upaya mengalami hal-hal yang menyenangkan.
(3) Konsumsi Pasif. Memasuki kuadran C, Konsumen yang berada di kelompok ini mengalami level arousal yang rendah dilengkapi dengan emosi yang negatif. Kuadran ini mewakili emosi ketidakberdayaan, melankolis dan putus asa, sehingga dapat disebut juga sebagai konsumen sedih, yang bereaksi sebagai konsumen pasif. Konsumen dalam status emosi semacam ini tidak mempunyai banyak pilihan dan bersifat sangat pesimistis terhadap kegiatan konsumsi. Mereka cendrung tidak suka mencoba produk atau jasa yang baru dan sangat rendah kemungkinannya mencari variasi produk. Karena itu mereka cendrung akan menjadi loyal terhadap merek yang mereka pergunakan serta pola belanja yang biasa mereka lakukan.
(4) Konsumsi Pemarah. Selanjutnya di kuadran D kita memasuki tingkat arousal yang tinggi dimana emosi sangat terganggu bahkan sampai ketahap paranoia. Meskipun demikian, kondisi marah dan ketidaknyamanan bisa membangkitkan dorongan untuk melakukan konsumsi terhadap produk yang dianggap dapat membuat mereka tenang. Misalnya, saat mengalami penundaan penerbangan, mobil mogok, restoran mahal namun layanannya sangat buruk, dan seterusnya. Kondisi semacam ini cukup sering terjadi, ketika konsumen menjadi sangat marah, dan bahkan memaki pelayan atau petugas jasa yang melayaninya. Kondisi emosi yang marah dan paranoia semacam ini pula yang mendorong orang melakukan konsumsi obat-obatan, alkohol, makan dan berbelanja secara berlebihan.

Baca Selengkapnya ....
Referral Banners